Total Tayangan Halaman

Senin, 22 Agustus 2011

Cerita Tentang Mereka


A
ku terlahir di sebuah keluarga yang sederhana. Sangat sederhana, sehingga aku harus sesederhana mungkin dalam berlaku, berpakaian, bergaya, hanya saja aku tidak bisa berpikir secara sederhana, pikiranku begitu kompleks sampai- sampai aku bingung sendiri tentang apa yang aku pikirkan. Keluargaku adalah sumber inspirasi buatku. Ayah, Ibu dan kedua adik yang aku kasihi dan hormati. Dari mereka aku belajar bagaimana mengahargai hidup. Aku bersyukur kok, dengan keadaan keluargaku yang seringkali dilanda krisis, terutama ekonomi. Tapi, kami tidak pernah kelaparan, kalaupun harus berhutang, orang lain masih percaya, bahwa keluarga kami sanggup melunasinya. Adakalanya ketika emosi kian membuncah- buncah, hal ini dapat dipastikan karena keuangan yang kian menipis dan secara mutlak Ibu-lah orang yang akan mengoceh seharian ditjukan ke Ayah lalu semuanya dapat bagian. Namun, Ayahku tidak pernah membalas semprotan ganas dari Ibu, beliau hanya mendengarkan, mendengarkan dan mendengarkan, hingga kadang- kadang aku juga tidak sabaran melihat kelakuan Ayahku, menurutku itu sangat tidak bijak, tapi kata Ibu (jika sudah dingin) salah satu dari pasangan memang harus seperti itu. Mereka memang guru yang baik buat hidupku.
Secara pribadi, aku tidak terlalu dekat dengan Ayah. Namun aku sering belajar dari beliau. Beliau tidak pernah mengajari sesuatu dengan teori- teorinya. Aku hanya melihat apa yang ia lakukan. Jika ku pikir- pikir setelah pengamatan selama kurang lebih 15 belas tahun terakhir, Ayahku punya jasa dan andil besar dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia khususnya di daerah Sumatera Selatan. Ayah bukanlah pribadi yang senang memuji. Seingatku, beliau tidak pernah memujiku, beliau lebih sering mengkritikku, tapi yang jelas aku tahu dia bangga kepadaku.
Ayah, di rumah, adalah orang yang paling jarang tertawa lepas,namun dialah orang yang sering membuat suasana rumah menjadi ramai dan bersatu. Dia sering mengarang cerita- cerita lucu menggunakan bahasa daerah yang pernah dia kunjungi. Membuat cerita yang horror tapi berujung lawakan lucu. Sayangnya, Ayah merupakan pribadi yang agak sedikit tertutup, dia jarang cerita tentang apa yang jadi masalahnya, apa yang mengganggu pikirannya. Jika beliau punya masalah, beliau akan duduk di ruang tamu, menyendiri selalu di kursi yang sama, memejamkan matanya dan melipat tangannya, berpikir atau mungkin berdoa, aku tidak tahu juga. Dari setiap tindakan Ayah, aku belajar untuk mengandalkan Tuhan sepenuhnya, bersyukur dalam setiap hal yang aku temui dan bersabar di tiap kesusahan yang ada.
Lain dengan Ayah, aku dengan Ibuku. Dia seperti sahabat, tidak ada rahasia antara aku dan Ibuku. Aku selalu menceritakan semuanya kepada Ibu, termasuk laki- laki yang dekat denganku atau yang mendekatiku, aku juga menceritakan semua temanku yang kadang punya kelakuan yang aneh, lucu, dan kebaikan mereka bahkan jika aku sedang kesal dengan mereka. Ibu adalah sosok yang mendukungku sepenuhnya, bisa dibilang dia pembelaku nomor satu di muka bumi ini. Namun Ibu jugalah yang paling sering memarahiku dan bercuriga ria tentangku. Ibu selalu punya ide- ide cemerlang dalam berbisni, sangat berbeda dengan Ayah yang sangat sosial. Jika saja Ayah punya ide sebagus ide Ibu dan memiliki jiwa bisnis seperti ibu, aku rasa kami sudah lama jadi orang kaya. Ibu adalah orang yang pantang menyerah, selama dia benar dia tidak akan ragu untuk mempertahankan apa yang benar, wanita ini adalah wanita perkasa pembela kebenaran. Ibu tidak sungkan membela orang yang tidak dikenalnya jika orang itu diketahuinya benar dan tidak bersalah. Orang kaya-pun jika dia bertindak salah di depan Ibu dia tidak segan- segan menegurnya secara baik- baik tapi jika orang tersebut agak nyolot, ya sudah apa mau dikata Ibu mengeluarkan urat untuk mempertahankan kebenaran, dan alhasil orang tersebutlah yang kena getahnya.
Jika benar kata orang bahwa tiap- tiap orang punya malaikat penjaga di bumi ini, ya pasti Ibuku itu malaikat penjagaku. Malaikat yang begitu cantik. Dia yang mengajarkan aku bahasa- bahasa santun. Dia pula yang mengajarkan aku berjalan. Dia yang menggandeng tanganku ini, supaya aku tidak terjatuh. Aku ingin jadi wanita seprti Ibu, wanita penuh inisiatif dan inspirasi. Wanita realistis yang sudah memperkenalkan dunia kepadaku, yang mengajarkan aku untuk jadi bijaksana dan membela kaum lemah, itulah yang Ibu berikan padaku ketika usiaku menginjak 17 tahun.
Dan kedua adikku..? Mereka bagaikan kado- kado Natal yang diberikan bukan pada hari Natal, dari mereka aku belajar saling melindungi. Mereka adalah teman- temanku, teman berbagi, berkelahi dan juga bercerita. Aku belajar bagaimana seorang kakak seharusnya, bagaimana seorang kakak menjadi teman bagi adik- adiknya. Berbagi pengetahuan dengan adiknya jarang aku temui di masa sekarang, tapi Ayah Ibuku berhasil menanamkan hal tersebut ke dalam hatiku.
Dari keluargaku ini aku belajar tentang cinta dan kasih. Aku bukanlah aku yang sekarang merekaa tanpa mereka. Aku bukan menjadi aku yang kuat, aku yang tegar, ataupun aku yang puitis tanpa mereka. Aku juga mungkin tidak akan menjadi seorang yang pantang menyerah, mungkin aku juga adalah orang yang tinggi hati tanpa mereka. Aku bersyukur kepada Tuhan atas pemberian-Nya dalam hidupku ini. Satu hadiah yang luar biasa, lebih berharga dari pada tumpukan berlian. Aku mengasihi mereka J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar