Keluarga kecil
itu terdiri dari tiga orang. Ayah, Ibu, dan satu orang anak laki- laki yang
begitu baik rupanya, sehat, tanpa kekurangan apapun, Christo. Aku mengenal
keluarga ini, bahkan dari sebulum si Ayah berkeluarga. Ia pria yang baik, aku
panggil dia Om Hari. Dia orang yang selalu ceria dan selalu melibatkan diri
dalam pelayanan di gereja. Suka bercanda. Setia dengan Tuhan, apapun yang
terjadi. Ia tetap setia, meskipun ada badai yang mengguncang dalam hidupnya,
kecelakaan tragis yang membuat kesehatannya agak teganggu, bahkan penampilan
fisiknya yang pada awalnya begitu tegap, gagah, agak berubah. Ia juga diuji
dalam pencarian belahan jiwanya, tapi tidak pernah sedikitpun Ia meragukan
Tuhan. Dan, ya, Tuhan memberikan yang terbaik buat hidupnya, seorang istri
cantik, berambut hitam lebat, kulit putih, tinggi, dengan pekerjaan yang bagus,
dan yang paling penting, seiman, Tante Erina, begitulah aku panggil dia.
Mereka baik dan
selalu mau jika dimintai pertolongan. Om Hari seorang polisi, dia selalu
membantu siapapun yang butuh pertolongannya. Suatu ketika mereka pindah rumah,
dari Asrama Polisi, mereka pindah ke sebuah komplek yang rumahnya lumayan
bagus- bagus, tapi jalan ke arah rumahnya, begitu rumit dan susah diingat, jika
aku disuruh ke rumahnya sendirian, aku akan tersesat sendirian lalu menangis,
jika aku pergi ke sana berdua, aku akan tersesat berdua, tapi setidaknya ada
teman tersesat, bikin nyasar jadi lebih asyik atau malah lebih tragis,
tergantung teman nyasar pilihanku. Well, kembali ke cerita awal, ada kisah lucu
tentang Om Hari dan rumah barunya ini. Selama satu minggu berturut- turut
setiap pulang kerja, Tante Erina selalu menunggu Om Hari di depan gerbang masuk
kompleknya, karena Om Hari belum bisa mengingat jalan menuju rumah barunya.
Tuhan selalu
berkati keluarga ini dan satu berkat luar biasa Tuhan hadirkan lagi dalam
keluarga ini, mereka dikaruniai seorang anak lagi, laki- laki. Christo sangat
bahagia, punya seorang adik laki- laki, yang berarti jadi teman mainnya. Mereka
namai anak laki- laki putih dan sehat itu Daniel. Anak ini gagah, seperti
Christo, menggemaskan.
Tahun demi tahun
bergulir, tapi Daniel kecil belum juga bisa berbicara, jangankan berbicara,
panggil mama pun belum bisa. Ibunya yang berkecimpung dalam dunia kesehatan,
sudah coba ikut terapi ini dan itu, tapi hasilnya nol. Tapi, itu tidak membuat
mereka cepat putus asa. Mereka tetap memfasilitasi anaknya ini engan berbagai
terapi dan tidak lupa selalu dibawa dalam doa. Mereka terus berdoa, seorang
pendeta yang dengan sabar terus melayani dan mendoakan Daniel juga dengan
telaten berdoa buat Daniel. Ketika hampir memasuki usia lima tahun, Daniel pun
berbicara, hanya beberapa kata, dan saat mendengarnya aku terperangah yang
keluar dari mulutnya adalah kata- kata “Aku percaya”. Sungguh luar biasa,
mungkin ia tidak tahu apa yang ia katakan, tapi satu hal yang aku yakini, kata-
kata itu merupakan doa dari bocah lima tahun yang belum bisa berbicara, namun
ia percaya sepenuhnya kepada SIAPA ia berpegang.