Total Tayangan Halaman

Selasa, 11 Desember 2012

Aku Percaya


Keluarga kecil itu terdiri dari tiga orang. Ayah, Ibu, dan satu orang anak laki- laki yang begitu baik rupanya, sehat, tanpa kekurangan apapun, Christo. Aku mengenal keluarga ini, bahkan dari sebulum si Ayah berkeluarga. Ia pria yang baik, aku panggil dia Om Hari. Dia orang yang selalu ceria dan selalu melibatkan diri dalam pelayanan di gereja. Suka bercanda. Setia dengan Tuhan, apapun yang terjadi. Ia tetap setia, meskipun ada badai yang mengguncang dalam hidupnya, kecelakaan tragis yang membuat kesehatannya agak teganggu, bahkan penampilan fisiknya yang pada awalnya begitu tegap, gagah, agak berubah. Ia juga diuji dalam pencarian belahan jiwanya, tapi tidak pernah sedikitpun Ia meragukan Tuhan. Dan, ya, Tuhan memberikan yang terbaik buat hidupnya, seorang istri cantik, berambut hitam lebat, kulit putih, tinggi, dengan pekerjaan yang bagus, dan yang paling penting, seiman, Tante Erina, begitulah aku panggil dia.
Mereka baik dan selalu mau jika dimintai pertolongan. Om Hari seorang polisi, dia selalu membantu siapapun yang butuh pertolongannya. Suatu ketika mereka pindah rumah, dari Asrama Polisi, mereka pindah ke sebuah komplek yang rumahnya lumayan bagus- bagus, tapi jalan ke arah rumahnya, begitu rumit dan susah diingat, jika aku disuruh ke rumahnya sendirian, aku akan tersesat sendirian lalu menangis, jika aku pergi ke sana berdua, aku akan tersesat berdua, tapi setidaknya ada teman tersesat, bikin nyasar jadi lebih asyik atau malah lebih tragis, tergantung teman nyasar pilihanku. Well, kembali ke cerita awal, ada kisah lucu tentang Om Hari dan rumah barunya ini. Selama satu minggu berturut- turut setiap pulang kerja, Tante Erina selalu menunggu Om Hari di depan gerbang masuk kompleknya, karena Om Hari belum bisa mengingat jalan menuju rumah barunya.
Tuhan selalu berkati keluarga ini dan satu berkat luar biasa Tuhan hadirkan lagi dalam keluarga ini, mereka dikaruniai seorang anak lagi, laki- laki. Christo sangat bahagia, punya seorang adik laki- laki, yang berarti jadi teman mainnya. Mereka namai anak laki- laki putih dan sehat itu Daniel. Anak ini gagah, seperti Christo, menggemaskan.
Tahun demi tahun bergulir, tapi Daniel kecil belum juga bisa berbicara, jangankan berbicara, panggil mama pun belum bisa. Ibunya yang berkecimpung dalam dunia kesehatan, sudah coba ikut terapi ini dan itu, tapi hasilnya nol. Tapi, itu tidak membuat mereka cepat putus asa. Mereka tetap memfasilitasi anaknya ini engan berbagai terapi dan tidak lupa selalu dibawa dalam doa. Mereka terus berdoa, seorang pendeta yang dengan sabar terus melayani dan mendoakan Daniel juga dengan telaten berdoa buat Daniel. Ketika hampir memasuki usia lima tahun, Daniel pun berbicara, hanya beberapa kata, dan saat mendengarnya aku terperangah yang keluar dari mulutnya adalah kata- kata “Aku percaya”. Sungguh luar biasa, mungkin ia tidak tahu apa yang ia katakan, tapi satu hal yang aku yakini, kata- kata itu merupakan doa dari bocah lima tahun yang belum bisa berbicara, namun ia percaya sepenuhnya kepada SIAPA ia berpegang.