Total Tayangan Halaman

Kamis, 31 Maret 2011

Cinta Terbagi Lima


Oke.. Baiklah… Kedurjanaan itu sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. KEPOCIBEBCEP, sekarang itulah nama kelompok itu, padahal dulu nama komunitas nista itu adalah GODONG BANGKONG. Dinamakan Godong Bangkong, karena anggota genk  gaje itu mayoritas memiliki berat badan di atas 50 kg, tapi sejak bulan Februari tahun 2011,nama komunitas tidak penting itu berubah menjadi Kepoci Bebcep alias KEpompong keCIl yang beranjak menjadi BEBek CEPer, itulah sekelumit sejarah berdirinya KepociBebcep, anggotanya bertambah satu hingga tiga orang. Namun yang sudah pasti, Wawan, adalah anggota baru yang tetap, dan terkadang, Raju dan Lala, menjjadi anggota, yang terkesan ababil. Aku, Natce, August, Dolfi, Nisun, Mifdan, Endang, Kinda, Angie, Henyu, Kitrin, Yulsa, dan tentu saja bersama Wawan, Raju, dan Lala adalah anggota dari komunitas aneh nan durjana ini.
                Masalah demi masalah, kami hadapi bersama- sama, mulai dari pencapaian ambisi, kena semprot dosen (karena ngerumpi saat dosen ybs sedang menjelaskan), taapi semua itu kami hadapi dengan berani, sambil menatap masa depaan indah yang sudah menanti. Acap kali, kami membebaskkan imajinasi kami yang begitu liar dan membuncah- buncah, kami sering memberikan nama- nnama aneh pada suatu hal yang tidak terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Kebanyakan dari kami memiliki sifat ramah lingkungan, seperti August, yang selalu tersenyum di sepanjang jalan kenangan, tapi terkadang dengan sangat iba- tiba ia juga bisa bermuram durja. Natce dan Nisun, dua gadis remaja yang belum memiliki ketetapan hati alias ababil, mereka berdua selalu beria- ria, mereka punya hobi yang lumayan aneh, JATUH CINTA,  entah mengapa hal itu menimpa kehidupan mereka. Memang sih, cinta anugerah, tapi kalau dalam waktu dua minggu bisa jatuh cinta pada tiga orang, apa itu namanya….??? Kadang aku bingung memikirkan tentang keanehan dalam hidup mereka, tapi ya sudahlah mungkin mereka sedang melewati masa metamorfosis.
                Lain lagi dengan  Henyu, salah satu cita- citanya adalah membangun sebuah toko buah dengan nama “ABABIL”, diinspirasikan oleh sebuah toko buah dengan nama “ABUBA”. Sedangkan, si Angie jadi- jadian itu berambisi untuk menaklukan seorang lelaki impiannya, si dokter ganteng itu, dengan cara apapun ia lakukan, demi cinta, itulah katanya.
Kedurjanaan kami yang lain adalah yang terjadi hari ini, 30 Maret 2011, hufttttt. Saat itu tiga orang durjaners, Dolfi, Raju, Mifdan, mengenakan pakaian dengan warna yang sama, akibat perut yang meronta- ronta, mereka memutuskan untuk makan siang bersama, mereka berjalan dengan baju couple mereka, iuhhhhhhh. Namun, kami memaksa Raju, membujuk tepatnya, untuk makan bersama kami, untuk makan bakso di GM Restaurant. Raju menolak dia bilang dia ingin makan nasi di warteg fakultas, well, baiklah, kammi relakan kepergiannya itu, dengan keyakinan bahwa suatu saat dia akan kembali pada kami, karena kami tahu betapa besar cintanya terhadap bakso.
                Lima menit berlalu, sepuluh menit kemudian, muncullah si Raju Aiphama, ini, “gw ga nefsong makan di warteg itu, makanannya gitu- gitu doang, sakit jiwa kali gw, lama- lama makan tuh makanan..” itulah kata- katanya saat masuk ke dalam istana kami alias kelas nista kami.
                Pukul 11.00 WIB kami memutuskan untuk bergerak menuju GM Restaurant, sesampainya di sana kami  menyaksikan bahwa begitu ramainya, tapi kami tetap mencari celah untuk bisa masuk ke dalam dan memesan bakso kami masing- masing.
Natce    : Mie  ayam bakso super
Aku        : Mie ayam bakso
Raju       :  Mie ayam
Wawan : Batagor
Lala        : Bakso super
“Lama banget sih…?” kataku “Laper nih!!!”. “ Haaa.. biasalah, Le, rame. Si abang bingung, lupa dia siapa aja yang pesen…” kata si Raju. Kmai menunggu cukup lama, akhirnya pesanan kami datang juga, kami saling melindungi hak dan milik masing- masing. “ Gw ga terima ayam lo banyak banget, gw ga sudih, Le..” kata si Raju kepadaku. “ Wahhhh… sakit jiwa loo, salain abangnya dong, tapi ini kan rejeki eke…” jawabku. Tiba- tiba si Natce, dengan sigapnya, menyerang mangkokku, dan siap   mengambil sayuranku. Dengan kekuatan bulan aku melindungi mangkokku ini, ” Ah, kenapa lo, ini punya gw, punya lo ada sendiri juga, durjana banget sih loooo, sakit jiwa lo….” Kataku. “Minta sayur ooo,  gw udah ga buang air berhari- hari nih…” kata Natce membela diri. “ Lo, pikir kita peduli sama lo…” Wawan menyeringai.          “ Tega” kata si Natce. Kami meyelesaikan makan kami di restoran nan megah itu. Selanjutnya kami melaksanakan tugas dan tanggug jawab kami , kami menyerahkan sebongkah uang kepada seorang teman yang bernama Iren, kami akan ketemuan di kedai kampus, cukup lama kami menunggu, banyak pengalaman baru yang kami dapat.
                Kami merasa agak tidak enak di kedai itu, kami hanya duduk, kami merasa seolah- olah mata menatap ke arah kami, akhirnya …
“Gw rasa kita harus mesen makanan, satu aja, cukuplah. Dari pada kita malu- maluin, hayoo.” Kami mengumpulkan uang kami, Natce menjadi investor terbesar,Rp. 2000,-, sementara yang lain Rp. 1000,-. Sembari kami menanti es krim aku berpikr lalu aku bertanya “ ada gay a es krim buntang??” teman- temanku sontak tertawa dan hanyut dalam imajinasi liar mereka masing- masing. Wawan lalu mengungkapkannya “Kalian lebih milih mana, buntang rasa vanilla atau vanilla rasa buntang..?”. Kami jijik membayangkannya, aku menjawab lebih baik yang rasa vanilla ajalah dan yang lain setuju,
Es krimnya datang, si Ibu pengantar agak kebingungan, orangnya ada lima tapi es krimnya cuma satu “tidak tahu diri” pasti itulah yang ada dalam pikiran si Ibu es krim. Es krimnya mungil sekali, menyedihkan, dasar es krim  durjana!!
. Baiklah kami akan mulai menggilir es krim cilik itu. Aku menyentuhnya pertama kali, lalu si Natce marah- marah kepadaku “aku investor tebesar, penanam saham terbanyak, inget itu…!!! Kami bergantian menikmatti es krim kekonyolan itu, kami berlima, dalam tindakan durjana itu, satu sendok yang dari mulut ke mulut, ini sebenarnya sangat menjijikan sekali tapi persahabatan itu lebih  dari sekedar kecapan es krim dan rasanya lebih manis dari pada es krim itu, dan persahabatan yang kami jalani ini, bahkan lebih durjana dari pada es krim bergilir itu.

Sabtu, 26 Maret 2011

Valentine on March

 Februari,Valentine, Februari penuh cinta, tapi lebih seru buat pasangan- pasangan kekasih yang sedang dibuai cinta (hueksss), buat para jomblo....? Untuk menghibur diri (padahal hampir putus asa) cinta juga bisa dibagi dan diungkapakan kepada keluarga, kakak, adik, sahabat. Hallo..... ga bosen apa memreka nerima cinta dari gw...?
Yah, beginilah nasib seorang jomblo yang dikelilingi para jomblo juga, kalaupun teman- temanku sudah punyya pacar, pasti pacarnya itu berada jauh dari mereka. Jadi, apa yang kata pepatah tentang sahabat itu memang benar- benar terjadi pada persahabatan yang indah ini.
Tahun 2011 ini, pada awal tahun, ehmm, sekitar awal Februari kemarin, salah satu teman baikku, Anggie, berulang tahun, dalam doanya pun dia memohon "Ya Tuhan, aku harap aku punya pacar di ultahku yang ke-19 ini, tolong ya Tuha (dengan sedikit memaksa). Amin". Luar biasa pikirku, ngebet banget wanita satu ini. Aku aminkan doa temanku tersayang itu.
"Ti, kapan ya kita punya pacar?" kata temanku Trisa. "Masa kita jomblo terus!!!". "Bosen". "Sabar, Sa....Tuhan lagi membentuk laki- laki yang sepadan buat kita...."ujarku mengatkan hati Trisa dan pastinya hatiku juga.
Aku selalu berpikir optimis. Pasti waktunya akan sangat tepat. Aku percaya ketika seseeorang jatuh cinta pun, Tuhan yang menentukan waktunya (pandangan yang umum), tapi terserahlah, aku yakin akan hal itu. Januari berlalu, Februari bulan penuh hikmah, eh, bulan penuh cinta, itu akhirnya datang. Empat belas Februari ketika kado- kado pink berdataangan (untuk orang yang mendapat), ketika bantal- bantal yang bertuliskan Be mine, Just for You, I Love You, dll, menjadi ikon atas bulan ini, ini bagaikan siksaan bagi kaumku, para Jomblo.
Setelah melewati hari itu, kami menjalani hari- hari kami lebih berat lagi, tugas makin berat, menumpuk bagaikan lemak di tubuh kami, tanpa seseorang yang menyemangati kami, kami lunglai. Namun, hidup harus tetap berjalan, meski tanpa penyemangat kami harus tetap semangat (berlari di bawah hujan).
Maret pun tiba, setelah ucapan selamat ulang tahun yang berasal dari tiap makhluk dari semesta, aku menyadari aku dikelilingi berjuta cinta. "Well... kita harus punya pacar sebelum kita diwisuda nanti" kata Trisa, "kalian mau, ketika yang lain berphoto dengan calonnya, kita hanya menelan air ludah kita???". Kami berpikir tentang kata- kata Trisa yang ada benarnya itu. Tuhan, tolong dong kirimkan malaikat penolong buat kami.
Saat di bis aku dan temanku yang bertahi lalat, Agni, termenung sesaat, di bis itu hanya kami berdua, lagu yang diputarkan itu tanpa kami sadari adalah lagu yang memang benar- benar pas buat kami (mengambil tisu mengusap- usap wajah). "Tuhan kirimkanlah aku... kekasih yang baik hati, yang mencintai aku, apa adanya" lagu yang mengekspresikan, memproklamirkan isi hati kami. Kami hanya tertawa, tertawa yang sangat tidak enak.

Rabu, 23 Maret 2011
"Kuliah lagi, kuliah lagi, pulang sore dah" kataku kepada Agni. "Iya nih, Ti, capek kemaren belon abis, yang ini dateng lagi, males banget...". "Mana aku ada presentasi lagi" katanya lagi. Hari itu adalah hari yang sangat melelahkan, apalagi setelah nilai ujian kami dibagikan, hancurlah hati kami, ingin pulang rasanya.
Pelajaran Sastra dimulai pukul 13.00. hmp, masih lama dari jadwal kuliah selanjutnya, kami menggelar Movie Class, yang digawangi oleh Raju. Film keren, patut diperhitungkan.
Yahhhh.... kelas  Sastra dimulai, temanya tentang C.I.N.T.A. Bagus. Tema yang pas buat kami. Mengapa zaman itu kebanyakan drama mengangkat tema  percintaan yang menyedihkan, penuh darah dan penderitaan.
Well... itu mungkin bagian dari cinta...
Pukul 15.30
Keluar dari kelas, aku bilang dengan dosenku bahwa aku selalu hadir di kkelasnya, tapi tanda tangannya nya kurang satu, aku mengejarnya di koridorku. Aku bahagia sekali, tanda tangannya full, aku senyum- senyum bahagia, setelah itu, aku sangat kaget, sepasang bola mata nan hijau itu mengintaiku, indah sekali, rasanya tak ingin aku melepaskan tatapan dari keindahan ciptaan Tuhan, in luar biasa, aku membuncah- buncah, jantungku berdetak cepat sekali, aku akan meledak mungkin. Mata hijau itu, membuatku hampir kehabisan nafas. Namun, aku harus mampu mengendalikan diri, ini harga diri, jadi kuselesaikan pandanganku itu. Tapi stelahnya, aku putuskaan aku jatuh cinta. Terima kasih ya, Tuhan, ini rasa yang luar biasa


Sabtu, 12 Maret 2011

Doa Atira


Seperti biasa, pagi ini masih sama seperti pagi kemarin, aku bangun kesiangan, aku terlalu terburu- buru kali ini. Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, aku belum apa- apa, aku harus memutuskan apakah aku harus ke kampus atau lebih baik aku tidak datang karena aku sudah terlambat. Sebenarnya, jadwal kuliahku akan dimulai pukul 08.00 pagi, tapi, perjalanan ke kampusku merupakan serangkaian perjalanan yang panjang. “Baiklah” kataku sambil turun dari tempat tidurku “aku akan kuliah, jika tidak, aku tidak tahu apa yang akan aku lihat di sepanjang hari ini, pasti banyak kejutan- kejutan yang kecil tapi luar biasa”. Setelah mandi, aku lihat di meja makanku tak ada satupun makanan yang dapat kugunakan sebagai pengganjal perutku. Terpaksalah aku mempersiapkan uang lebih untuk membeli roti atau apalah untuk sarapanku hari ini, aku rada kesal tapi tak apalah ini demi sahabatku dari kecil, perutku atau lebih tepat lambungku.
Kupakai syalku, saat ini, musim gugur, angin bertiup sangat dingin, mungkin karena aku tak terbiasa, karena kampong halamanku adalah negeri yang bersiramkan sinar matahari yang sangat cukup. “Musim gugur ini akan panjang, Terry” seorang anggota security apartemen mengingatkanku “Pakai sarung tanganmu, haru ini akan terasa lebih dingin”. Aku tersenyum ramah melihatnya, dia sangat baik padaku, selama aku tinggal di tempat ini, “Terima kasih, Paman Kurt, aku berangkat ya, sampai ketemu” kataku sambil melambaikan tangan. Dia balas melambaikan tangan sambil mengingatkanku untuk berhati- hati. Ku lihat jam tanganku, hadiah ulang tahun yang ke 20 dari ayahku, 07.10, waw!! Ini waktu yang cukup singkat dari mandi hingga dapat turun ke lantai dasar. Tiba- tiba aku merasa sangat merindukan ayah, ibu, serta kedua bocah ingusan itu, aku juga terbayang akan pohon kelapa di depan rumahku.
Sebenarnya aku ingin naik bis saja, tapi sepertinya aku akan telat terlalu lama jika aku menunggu di halte ini, maka dari itu aku memutuskan untuk pergi ke stasiun kereta, untuk naik becak, tidak, tentu saja untuk naik kereta api (tidak ada becak di negara ini, entah kenapa). Stasiun kereta, tidak terlalu jauh dari apartemen tempatku tinggal, masih dengan prinsip yang sama, seperti di tanah airku, bahwa konsep kestrategisan tetap jadi kunci utama lakunya apartemen di kalangan masyarakat. Karena aku terbiasa jalan cepat tidak sampai 10 menit aku sampai di stasiun kereta itu, megah, sangat jauh rasanya dari stasiun kereta api di kota asalku.
Sembari aku menunggu waktu keberangkatan, aku melihat seorang gadis kecil, yang memang setiap hari ku lihat, wajahnya banyak bintik- bintik, rambutnya jingga, dia gadis kecil yang berbinar. Gadis kecil itu selalu bahagia (mungkin), sepertinya dia tipe anak yang selalu bersemangat. Aku suka melihatnya. Saat aku ingin mendekatinya, keretaku akan berangkat, jadi masuklah aku ke dalam kereta itu, ramai sekali, semuanya hendak pergi dengan beragam niat. Dua puluh menit, aku tiba di daerah kampusku. Tidak jauh bedalah dengan fasilitas kampusku yang dulu, aku tidak tahu apa nama kereta yang baru saja aku tumpangi, tapi aku selalu ingat dengan si “Seruni” kereta api yang mengangkut mahasiswa dari kabupaten tempatku berkuliah ke kota madya tempatku tinggal.
Aku berjalan, bahkan berlari, karena 10 menit lagi kelas akan dimulai, aku sangat terburu- buru sehingga aku melewatkan wajah yang selama ini aku selalu ingin aku lihat. Tapi taak apalah, nanti siang aku akan melihatnya.
 Tepat sekali, 08.05, aku tiba di kelas, teman- temanku dengan perasaan cemas berbalut heran bertanya “ Mengapa kali ini siang sekali?”, aku menjawab dengan santai “Aku hampir lupa bangun” kataku ngos- ngosan. “Bwahahahahaha…. “ Nigel tertawa “Orang macam apa kau ini, lupa bangun, benar- benar aneh”. Aku hanya mengernyitkan bibirku “ Memangnya kau tidak pernah terlambat karena bangun kesiangan ya?” tanyaku. “Tentu saja itu sering terjadi, tapi aku tidak lupa cara bangun tidur, Nona” katanya. “ Haaaa…. Itu sama saja, Nigel, itu lidak lebih baik dari pada alasan Terry hari ini, lagi pula kau tidak terlambat hanya hari ini saja, jangan bangga” kata Gwen sii gadis cantik berambut pirang membelaku. Roxanne yang begitu langsing serta si mungil Shannon tertawa melihat Gwen yang jarang bicara, akhirnya bicara sepanjang itu.
Akhirnya dosen itu masuk kelas, setelah, kurang lebih dua jam kami belajar dengannya, kelas pun berakhir, mmata kuliah yang indah, tentang sastra. Aku suka kata- kata, begitu mempesona, kata- kata selalu membuat aku bahkan beberapa orang mampu berimajinasi. Kadang imajinasi yang liar.
Aku pulang, bersama Gwen, Roxanne, Shannon, serta Zeke dan Chen, dua pemuda warga negara Amerika, tapi Chen adalah seorang keturunan China yang tinggal di Amerika dari kecil, karena karir ayah dan ibunya. Seperti biasa, karena ini awal bulan November, udara masih saja terlau dingin untukku.
Dalam perjalanan kami ke toko perlengkapan rumah tangga itu, kami banyak bercerita lalu Zeke bertanya “ Bagaimana perasaan kalian dapat berkuliah di sini?”. Gwen dan Shannon menjawab hampir bersamaan “ Aku senang sekali, ini membuatku bangga”. “Begitupun  aku” jawab Chen, “Kalau kau Terry?”. “Aku juga sangat senang, senang sekali, ini mimpiku dan akhirnya itu jadi kenyataan” kataku. Kami melihat kea rah Roxanne, lalu di menjawab “ Aku juga senang, aku senag bertemu kalian, tapi  aku hanya di negaraku saja, walau kuliah strata 1, aku berkuliah di negeri orang”. Zeke tertawa dan berkata “ Itulah hidup, teman- teman tidak selamanya kita berjaya”. Kami semua hanya tertawa sambil melihat wajah Roxanne yang kesal terhadap Zeke.
Setelah belanja ini dan itu untuk keperluan satu bulan, kami berenam berpisah dan aku kembali melewati jalan yang sama, aku melewati kedai es krim, dan melihat gadis kecil itu, dia melepaskan sepatunya, karena sudah rusak parah, ia berhenti di depan toko coklat itu yang bertuliskan “HARAP KENAKAN SEPATU ANDA” dari kejauhan aku melihatnya, aku berjalan lebih cepat agar aku bisa membantu gadis kecil idolaku itu, dia tampak putus asa, nampaknya ia sangat menginginkan coklat seharga £2. Aku berpikir mahalnya coklat di negeri ini, (tapi memang sangat enak sih) semakin cepatlah aku berjalan, tapi tiba- tiba, aku terhenti karena wajah itu, wajah yang mengalihkan duniaku dan la\agi kali ini dia tersenyum padaku, aku terasa beku, bukan karena angin musim gugur, tapi karena senyum itu, lalu handphone-ku berbunyi, ini hanya ulah iseng Chen dan Zeke, yang seringkali mengirimkan SMS tidak jelas, persis seperti teman kuliah ku dulu Wawan.
Aku tersadar, saat aku mendekat ke arah gadis kecil idolaku itu, tiba ada seorang laki- laki berbadan besar, dengan perut Bang Bajuri, mendekat ke arahnya, aku sudah membayangkan hal- hal buruk akan menimpa si rambut jingga itu. Namun “Hai nak…” kata Bapak itu,” Apa yang kau lakukan di sini?” Aku ingin membeli permen coklat, tapi sepatuku ini tidak bisa ku pakai lagi, jadi sekarang aku dalam kondisi bingung” Si Bapak 40-45 tahun (menurut perkiraanku) itu tersenyum dan berkata “ Pakailah sepatuku dulu belilah coklat-mu, memang kebesaran tapi setidaknya kau menggunakan sepatu untuk bisa masuk ke dalam, aku akan menunggu di sini lagi pula aku sedang tidak terburu- buru”.. Gadis kecil itu sangat bersukacita ia berbinar lagi , dipakailah sepatu besar di kaki mungilnya itu, seteelah itu ia kembali lagi dan mengucapkan terima kasih katanya “ Terima kasih , tuan. Anda baik sekali, Anda seperti seorang malaikat, apa Anda mau mencicipi permen coklat ini?” Si Bapak itu tersenyum senag dan puas “ Tidak terima kasih, makanlah, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa”
Aku lega, ternyata laki- laki paruh baya itu, orang yang berhati lembut, tidak terlalu plin- plan sepertiku. Bahkan dia lebih baik dari padaku, dia menetapkan hatinya  untuk menolong bocah itu tanpa peduli apa yang mungkinorang pikirkan tentang dia, saat selama 15 menit ia hanya memakai kaos kakinya di tengah dinginnya musim gugur yang panjang ini. ”Musim gugur yang panjang???? Oh, tidak….. Gadis  itu, bukankah sepatunya rusak parah, tidak bisa dipakai lagi” aku berbicara sendiri dengan wajah sangat cemas. Lalu aku mengejar gadis cilik itu, lalu aku berhenti tepat di sebelahnya. Dia tersenyum ramah dan bertanya kepadaku “ Hai, Nona, apakah Anda sangat terburu- buru? Mengapa lari- lari?” .       “ Tidak terlalu, aku hanya ingin berjalan di sampingmu saja”. Matanya yang hijau- kelabu terbelalak. ”Jalan bersamaku?. Apakah Anda mengenalku?”. “Tidak” kataku sambil tersenyum “ Sebentar. Kakimu, apa tidak kediinginan?”. “ Tentu saja ini dingin sekali, tapi apa boleh buat sepatuku ini rusak dan aku tidak bisa membeli untu gantinya” jawabnya enteng. Ku pikir aku masih punya uang yang cuukup untu bulan ini, meskipun ku pakai untuk membelikannya “ Ayo, karena aku menganggapmu teman, aku akan membelikanmu sepatu, mungkin tidak terlalu bagus, tapi lumayanlah untuk mengganti sepatumu itu”.
“Aku beli yang ini ya” sambil menyerahkan uang dan sepatu pilihan gadis kecil itu ke kasir. “Terima kasih” kata si kasir itu. “Nona, terima kasih ya, meskipun aku tidak mengenalmu, tapi kau sudah menolongku, kau sangat baik, hatimu seputih salju”. Aku agak terkejut dengan kata- kata itu “ Dari mana kau belajar kata- kata indah itu..?”. Aku sering mendengar tetanggaku yang berusia 15 tahun membaca itu, aku tidak begitu paham, tapi kedengarannya itu bagus”. Jawaban yang lucu . “ Siapa namamu?” tanyaku penasaran. “Atira Wilson, nama Anda?” dia balik bertanya. “Terry . Terry Ulani. Aku bukan dari Eropa ataupun Amerika jadi aku tidak punya nama belakang dari ayah seperti orang- orang sini pada umumnya” jawabku sambil menjelaskan agar dia tidak bingung. “ Terry” kata Atira “itu informasi yang sangat lengkap, kau menjawabnya, bahkan, sebelum aku bertanya tentang itu. Apakah kau bersekolah di gedung yang besar itu? Sambil menunjuk ke arah kampusku. “Ya, Atira. Oh, iya… Namamu sangat bagus, pasti orang tua-mu sangat pintar…” aku bilang kepadanya. “Bagus ya…? Tapi banyak orang bilang namaku itu sangat aneh, tidak sering terdengar, seperti nama seorang perempuan yang suka mengubah orang menjadi kodok” katanya sambil cemberut. “Wah.. orang yang bilang seperti itu. Pasti tidak tahu banyak tentang kata- kata. Atira itu artinya doa. Aku sangat suka kata itu. Berapa usiamu, Atira? Dan, dimana kau tinggal, karena kau sering melihatmu di stasiun kereta. “ Aku senang, kau suka namaku, akrena kau adalah orang pertama yang sepertinya menyayangiku. Aku adalah yatim- piatu, Terry, aku juga tidak punya saudara, aku tinggal di rumah, sebuah keluarga yang sangat ramai, setiap hari mereka selalu rebut, mereka akan menyalakan TV dengan volume yang sebesar- besarnya, itu sangat mengangguku, tapi aku sangat berterima kasih karrena mereka sudah membesarkan aku. Aku tinggal di daerah Bollingbroke, kalau ada waktu mampirlah ke rumahku. Tapi, Terry, apa doa itu..? Aku sering mendengar nenek yang tinggal di seberang rumahku, dia bilang dia berdoa, lalu seganya akan jadi baik- baik saja”.
Aku tersenyum menanggapi pertanyaan si gadis kecil superior ini. Untunglah, hanya ada satu mata kuliah hari ini.  Aku mencoba menjawab “Atira, doa itu adalah saat- saat di mana kau berbicara kepada Tuhan, seperti halnya sekarang kau berbicara kepadaku, tapi dinamakan doa karena itu adalh pembicaraanmu dengan Tuhan. Benar kata nenek itu, ketika kau berdoa semuanya akan baik- baik saja, bahkan berdoa akan membuatmu lega dan merasa berkawan ketika kau merasa sendirian.”
“Siapa itu Tuhan…? Mengapa kita harus berdoa kepadanya buka kepada yang lain?” tanyanya lagi. “Tuhan itu adalah Orang  yangmenciptakan alam semesta ini, mengatur musim, Dia juga yang membuat pohon- pohon ini, ketika hari mulaai gelap, ia juga sudah menyiapkan waktu yang tepat agar matahari datang lagi bersinar di atas bumi ini, supaya kita tidak terlalu lama dalm gelap” jawabku apa adanya. “Apa Tuhan itu baik?” Atira bertanya. Mengapa dia tidak tahu dengan Tuhan ya..? pikirku dalam hati. “ Tentu saja Tuhan itu baik, kalau Ia tidak baik mana mungkinkau bisa meraasakan dinginnya musim dingin ataupun gugur ini, hangatnya matahari musim panas, atau warna- warni muism semi. Kau masih bisa merasakan senang atau sedih kan?” tanyaku, disertai anggukan Atira idolaku, yang ternyata harus aku ajari tentang siapa Tuhan itu, ya, mungkin, seperti saat Sekolah Minggu dululah.
 Kami ada di stasiun kereta saat ini, menunggu sebentar- tidak terlalu lama, kereta yang menuju daerah kami datang, aku duduk di sebelah Atira. “Rambutmu panjang dan bagus” kataku kepadanya  “Matamu juga, aku suka itu”. “Kau menyukainya Terry?” katanya tidak percaya, “ahhh.. kau orang pertama yang bilang rambut ini bagus, mereka, anak- anak dari keluarga Evans sering mengejekku karena rambutku yang aneh, menurut mereka. Ron, yang nakal. Buck, yang usil. Jeanie yang suka marah- marah. Gladys- Gabriella, sepasang kembar yang selalu bertengkar. Mereka sering meledekku karena rambutku, panjang seperti penyihir, zaman dulu. Kadang- kadang aku merindukan ayah dan ibuku, apalagi ketika aku memiliki cita- cita, dan mereka seolah meremehkannya, kadang mereka mencercaku karena mimpiku itu, padahal aku rasa itu kan tidak menggangu mereka dan aku rasa itu tidak salah”. “Ya, aku pernah mengalami hal serupa, seseorang pernah merendahkanku saat aku menyebutkan universitas mana yang akan aku tuju untuk program sarjanaku saat itu, tapi karena aku berdoa, maka Tuhan yang baik, menolongku, sehingga aku mampu duduk di universitas yang aku sebutkan di depan orang itu.” Kataku supaya ia tidak menyerah karena lingkungna yang agak keras dan tidak terlalu terpelajar. “ Terry kapan dan dimana aku bisa berdoa?” tanyanya. “ Kau bisa berdoa kapan saja Atira, saat Kau senang, sedih, kau juga bisa berbagi cerita dengan-Nya, Dia tidak pernah tidur, tidak pernah lelah, saat kau berdoa lipat tanganmu dan berlututlah, bicara pada-Nya, Dia itu Bapa-mu” kataku sambil tersenyum.
“Dia tidak pernah tidur katamu, dan tidak lelah?  tanyanya keheranan, “ Apa dia terlalu sibuk hingga tak ada waktu tidur lagi? Kasihan Dia!!” dia berkata sangat sedih. “ Ya, bisa dibilang Dia sangat sibuk, Dia harus mendengar doaku, doamu, doa wanita itu, jika ia berdoa, tapi walau kau tak berdoa, sebenarnya, Dia selalu memperhatikanmu” kataku. “ Bahkan, saat ini dia sedang memperhatikan kita, menjaga kita agar kita tidak jatuh dan, ya,, agar tidak ada orang yang berbuat jahat kepada kita” tambahku.
Kami tiba di daerah tempat kami tinggal, Bollingbroke, dan aku menunjukkan gereja “Kau bisa berdoa di sana juga, kapanpun kau mau”. “Apa kau mau menemaniku saat ini, Terry?” tanyanya dengan wajah penuh harap. “Baiklah, aku mau, ayo..!
Kudengar doa Atira terasa lucu tapi begitu jujur, aku ingin menangis juga karena kata- kata yang begitu polos ku dengar. Ini doanya..
“Selamat sore, Tuhan. Aku Atira. Aku mungkin baru hari ini mengenal-Mu, tapi sebenarnya aku sering mendengar tentang-Mu, tapi tidak ada yang punya cukup waktu untuk menjelaskan tentang-Mu, untunglah aku bertemu dengan Terry, dia juga baru ku kenal, tapi aku merasa dia sangat baik. Dia bilang aku bisa menjadi sahabat-Mu, apa Kau bersedia? Karena Kau sangat baik, aku percaya Kau mau jadi temanku. Tuhan, aku tahu Kau melihat semua yang sudah aku alami dalam hidupku ini,  saat ini aku tujuh tahun, tapi rasanya hidupku ini terlalu sulit, tidak seperti teman- temanku yang lain. Aku mohon Tuhan, Engkau, kiranya membuat hidupku lebih mudah agar semuanya bisa berjalan baik- baik saja. Buatlah aku lebih kuat jika semuanya tidak bisa menjadi lebih mudah. Tuhan, terima kasih karena Kau sudah mengirimkan teman buatku, tentu saja, Terry, meskipun dia lebih tua dariku, tapi, terima kasih, Tuhan. Satu hal lagi Tuhan, jangan terlalu lelah, Kau harus jaga kesehatan-Mu, karena Kau akan sangat sibuk, karena yang berdoa pada-Mu hari ini bertambah, yaitu, aku, Atira. Terima kasih Tuhan, selamat sore”.
Aku tersenyum, melihat wajahnya yang sangat letih namun berbinar. Dia nampak lebih kuat dari sebelumnya. Kami pulang ke rumah kami masing- masing, dia bilang dia tidak bisa main ke rumahku hari ini, karena hari suudah sore, dan tentu saja banyak tugas yang menantinya.
Saat waktunya aku naik ke tempat tidur, aku memikirkan kata- kata dalam doa pertama Atira, ya, dia minta jalannya dimudahkan, tapi ia tidak terlalu memaksakan agar itu terjadi tapi sii gadis rambut jingga itu bilang agar ia dikuatkan untuk menjalani hidupnya yang sangat berat. Hari ini aku belajar bahwa, jalan yang mungkin kita hadapi mungkin bukanlah jalan yang rata dan selalu aman tapi percayalah bahwa ada Tangan yang Kuat yang menuntun hidup ini agar kita kuat menjalaninya.

Doa Atira


Seperti biasa, pagi ini masih sama seperti pagi kemarin, aku bangun kesiangan, aku terlalu terburu- buru kali ini. Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi, aku belum apa- apa, aku harus memutuskan apakah aku harus ke kampus atau lebih baik aku tidak datang karena aku sudah terlambat. Sebenarnya, jadwal kuliahku akan dimulai pukul 08.00 pagi, tapi, perjalanan ke kampusku merupakan serangkaian perjalanan yang panjang. “Baiklah” kataku sambil turun dari tempat tidurku “aku akan kuliah, jika tidak, aku tidak tahu apa yang akan aku lihat di sepanjang hari ini, pasti banyak kejutan- kejutan yang kecil tapi luar biasa”. Setelah mandi, aku lihat di meja makanku tak ada satupun makanan yang dapat kugunakan sebagai pengganjal perutku. Terpaksalah aku mempersiapkan uang lebih untuk membeli roti atau apalah untuk sarapanku hari ini, aku rada kesal tapi tak apalah ini demi sahabatku dari kecil, perutku atau lebih tepat lambungku.
Kupakai syalku, saat ini, musim gugur, angin bertiup sangat dingin, mungkin karena aku tak terbiasa, karena kampong halamanku adalah negeri yang bersiramkan sinar matahari yang sangat cukup. “Musim gugur ini akan panjang, Terry” seorang anggota security apartemen mengingatkanku “Pakai sarung tanganmu, haru ini akan terasa lebih dingin”. Aku tersenyum ramah melihatnya, dia sangat baik padaku, selama aku tinggal di tempat ini, “Terima kasih, Paman Kurt, aku berangkat ya, sampai ketemu” kataku sambil melambaikan tangan. Dia balas melambaikan tangan sambil mengingatkanku untuk berhati- hati. Ku lihat jam tanganku, hadiah ulang tahun yang ke 20 dari ayahku, 07.10, waw!! Ini waktu yang cukup singkat dari mandi hingga dapat turun ke lantai dasar. Tiba- tiba aku merasa sangat merindukan ayah, ibu, serta kedua bocah ingusan itu, aku juga terbayang akan pohon kelapa di depan rumahku.
Sebenarnya aku ingin naik bis saja, tapi sepertinya aku akan telat terlalu lama jika aku menunggu di halte ini, maka dari itu aku memutuskan untuk pergi ke stasiun kereta, untuk naik becak, tidak, tentu saja untuk naik kereta api (tidak ada becak di negara ini, entah kenapa). Stasiun kereta, tidak terlalu jauh dari apartemen tempatku tinggal, masih dengan prinsip yang sama, seperti di tanah airku, bahwa konsep kestrategisan tetap jadi kunci utama lakunya apartemen di kalangan masyarakat. Karena aku terbiasa jalan cepat tidak sampai 10 menit aku sampai di stasiun kereta itu, megah, sangat jauh rasanya dari stasiun kereta api di kota asalku.
Sembari aku menunggu waktu keberangkatan, aku melihat seorang gadis kecil, yang memang setiap hari ku lihat, wajahnya banyak bintik- bintik, rambutnya jingga, dia gadis kecil yang berbinar. Gadis kecil itu selalu bahagia (mungkin), sepertinya dia tipe anak yang selalu bersemangat. Aku suka melihatnya. Saat aku ingin mendekatinya, keretaku akan berangkat, jadi masuklah aku ke dalam kereta itu, ramai sekali, semuanya hendak pergi dengan beragam niat. Dua puluh menit, aku tiba di daerah kampusku. Tidak jauh bedalah dengan fasilitas kampusku yang dulu, aku tidak tahu apa nama kereta yang baru saja aku tumpangi, tapi aku selalu ingat dengan si “Seruni” kereta api yang mengangkut mahasiswa dari kabupaten tempatku berkuliah ke kota madya tempatku tinggal.
Aku berjalan, bahkan berlari, karena 10 menit lagi kelas akan dimulai, aku sangat terburu- buru sehingga aku melewatkan wajah yang selama ini aku selalu ingin aku lihat. Tapi taak apalah, nanti siang aku akan melihatnya.
 Tepat sekali, 08.05, aku tiba di kelas, teman- temanku dengan perasaan cemas berbalut heran bertanya “ Mengapa kali ini siang sekali?”, aku menjawab dengan santai “Aku hampir lupa bangun” kataku ngos- ngosan. “Bwahahahahaha…. “ Nigel tertawa “Orang macam apa kau ini, lupa bangun, benar- benar aneh”. Aku hanya mengernyitkan bibirku “ Memangnya kau tidak pernah terlambat karena bangun kesiangan ya?” tanyaku. “Tentu saja itu sering terjadi, tapi aku tidak lupa cara bangun tidur, Nona” katanya. “ Haaaa…. Itu sama saja, Nigel, itu lidak lebih baik dari pada alasan Terry hari ini, lagi pula kau tidak terlambat hanya hari ini saja, jangan bangga” kata Gwen sii gadis cantik berambut pirang membelaku. Roxanne yang begitu langsing serta si mungil Shannon tertawa melihat Gwen yang jarang bicara, akhirnya bicara sepanjang itu.
Akhirnya dosen itu masuk kelas, setelah, kurang lebih dua jam kami belajar dengannya, kelas pun berakhir, mmata kuliah yang indah, tentang sastra. Aku suka kata- kata, begitu mempesona, kata- kata selalu membuat aku bahkan beberapa orang mampu berimajinasi. Kadang imajinasi yang liar.
Aku pulang, bersama Gwen, Roxanne, Shannon, serta Zeke dan Chen, dua pemuda warga negara Amerika, tapi Chen adalah seorang keturunan China yang tinggal di Amerika dari kecil, karena karir ayah dan ibunya. Seperti biasa, karena ini awal bulan November, udara masih saja terlau dingin untukku.
Dalam perjalanan kami ke toko perlengkapan rumah tangga itu, kami banyak bercerita lalu Zeke bertanya “ Bagaimana perasaan kalian dapat berkuliah di sini?”. Gwen dan Shannon menjawab hampir bersamaan “ Aku senang sekali, ini membuatku bangga”. “Begitupun  aku” jawab Chen, “Kalau kau Terry?”. “Aku juga sangat senang, senang sekali, ini mimpiku dan akhirnya itu jadi kenyataan” kataku. Kami melihat kea rah Roxanne, lalu di menjawab “ Aku juga senang, aku senag bertemu kalian, tapi  aku hanya di negaraku saja, walau kuliah strata 1, aku berkuliah di negeri orang”. Zeke tertawa dan berkata “ Itulah hidup, teman- teman tidak selamanya kita berjaya”. Kami semua hanya tertawa sambil melihat wajah Roxanne yang kesal terhadap Zeke.
Setelah belanja ini dan itu untuk keperluan satu bulan, kami berenam berpisah dan aku kembali melewati jalan yang sama, aku melewati kedai es krim, dan melihat gadis kecil itu, dia melepaskan sepatunya, karena sudah rusak parah, ia berhenti di depan toko coklat itu yang bertuliskan “HARAP KENAKAN SEPATU ANDA” dari kejauhan aku melihatnya, aku berjalan lebih cepat agar aku bisa membantu gadis kecil idolaku itu, dia tampak putus asa, nampaknya ia sangat menginginkan coklat seharga £2. Aku berpikir mahalnya coklat di negeri ini, (tapi memang sangat enak sih) semakin cepatlah aku berjalan, tapi tiba- tiba, aku terhenti karena wajah itu, wajah yang mengalihkan duniaku dan laagi kali ini dia tersenyum padaku, aku terasa beku, bukan karena angin musim gugur, tapi karena senyum itu, lalu handphone-ku berbunyi, ini hanya ulah iseng Chen dan Zeke, yang seringkali mengirimkan SMS tidak jelas, persis seperti teman kuliah ku dulu Wawan.
Aku tersadar, saat aku mendekat ke arah gadis kecil idolaku itu, tiba ada seorang laki- laki berbadan besar, dengan perut Bang Bajuri, mendekat ke arahnya, aku sudah membayangkan hal- hal buruk akan menimpa si rambut jingga itu. Namun “Hai nak…” kata Bapak itu,” Apa yang kau lakukan di sini?” Aku ingin membeli permen coklat, tapi sepatuku ini tidak bisa ku pakai lagi, jadi sekarang aku dalam kondisi bingung” Si Bapak 40-45 tahun (menurut perkiraanku) itu tersenyum dan berkata “ Pakailah sepatuku dulu belilah coklat-mu, memang kebesaran tapi setidaknya kau menggunakan sepatu untuk bisa masuk ke dalam, aku akan menunggu di sini lagi pula aku sedang tidak terburu- buru”.. Gadis kecil itu sangat bersukacita ia berbinar lagi , dipakailah sepatu besar di kaki mungilnya itu, seteelah itu ia kembali lagi dan mengucapkan terima kasih katanya “ Terima kasih , tuan. Anda baik sekali, Anda seperti seorang malaikat, apa Anda mau mencicipi permen coklat ini?” Si Bapak itu tersenyum senag dan puas “ Tidak terima kasih, makanlah, aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa”
Aku lega, ternyata laki- laki paruh baya itu, orang yang berhati lembut, tidak terlalu plin- plan sepertiku. Bahkan dia lebih baik dari padaku, dia menetapkan hatinya  untuk menolong bocah itu tanpa peduli apa yang mungkinorang pikirkan tentang dia, saat selama 15 menit ia hanya memakai kaos kakinya di tengah dinginnya musim gugur yang panjang ini. ”Musim gugur yang panjang???? Oh, tidak….. Gadis  itu, bukankah sepatunya rusak parah, tidak bisa dipakai lagi” aku berbicara sendiri dengan wajah sangat cemas. Lalu aku mengejar gadis cilik itu, lalu aku berhenti tepat di sebelahnya. Dia tersenyum ramah dan bertanya kepadaku “ Hai, Nona, apakah Anda sangat terburu- buru? Mengapa lari- lari?” .       “ Tidak terlalu, aku hanya ingin berjalan di sampingmu saja”. Matanya yang hijau- kelabu terbelalak. ”Jalan bersamaku?. Apakah Anda mengenalku?”. “Tidak” kataku sambil tersenyum “ Sebentar. Kakimu, apa tidak kediinginan?”. “ Tentu saja ini dingin sekali, tapi apa boleh buat sepatuku ini rusak dan aku tidak bisa membeli untu gantinya” jawabnya enteng. Ku pikir aku masih punya uang yang cuukup untu bulan ini, meskipun ku pakai untuk membelikannya “ Ayo, karena aku menganggapmu teman, aku akan membelikanmu sepatu, mungkin tidak terlalu bagus, tapi lumayanlah untuk mengganti sepatumu itu”.
“Aku beli yang ini ya” sambil menyerahkan uang dan sepatu pilihan gadis kecil itu ke kasir. “Terima kasih” kata si kasir itu. “Nona, terima kasih ya, meskipun aku tidak mengenalmu, tapi kau sudah menolongku, kau sangat baik, hatimu seputih salju”. Aku agak terkejut dengan kata- kata itu “ Dari mana kau belajar kata- kata indah itu..?”. Aku sering mendengar tetanggaku yang berusia 15 tahun membaca itu, aku tidak begitu paham, tapi kedengarannya itu bagus”. Jawaban yang lucu . “ Siapa namamu?” tanyaku penasaran. “Atira Wilson, nama Anda?” dia balik bertanya. “Terry . Terry Ulani. Aku bukan dari Eropa ataupun Amerika jadi aku tidak punya nama belakang dari ayah seperti orang- orang sini pada umumnya” jawabku sambil menjelaskan agar dia tidak bingung. “ Terry” kata Atira “itu informasi yang sangat lengkap, kau menjawabnya, bahkan, sebelum aku bertanya tentang itu. Apakah kau bersekolah di gedung yang besar itu? Sambil menunjuk kea rah kampusku. “Ya, Atira. Oh, iya… Namamu sangat bagus, pasri orang tua-mu sangat pintar…” aku bilang kepadanya. “Bagus ya…? Tapi banyak orang bilang namaku itu sangat aneh, tidak sering terdengar, seperti nama seorang perempuan yang suka mengubah orang menjadi kodok” katanya sambil cemberut. “Wah.. orang yang bilang seperti itu. Pasti tidak tahu banyak tentang kata- kata. Atira itu artinya doa. Aku sangat suka kata itu. Berapa usiamu, Atira? Dan, dimana kau tinggal, karena kau sering melihatmu di stasiun kereta. “ Aku senang, kau suka namaku, akrena kau adalah orang pertama yang sepertinya menyayangiku. Aku adalah yatim- piatu, Terry, aku juga tidak punya saudara, aku tinggal di rumah, sebuah keluarga yang sangat ramai, setiap hari mereka selalu rebut, mereka akan menyalakan TV dengan volume yang sebesar- besarnya, itu sangat mengangguku, tapi aku sangat berterima kasih karrena mereka sudah membesarkan aku. Aku tinggal di daerah Bollingbroke, kalau ada waktu mampirlah ke rumahku. Tapi, Terry, apa doa itu..? Aku sering mendengar nenek yang tinggal di seberang rumahku, dia bilang dia berdoa, lalu seganya akan jadi baik- baik saja”.
Aku tersenyum menanggapi pertanyaan si gadis kecil superior ini. Untunglah, hanya ada satu mata kuliah hari ini.  Aku mencoba menjawab “Atira, doa itu adalah saat- saat di mana kau berbicara kepada Tuhan, seperti halnya sekarang kau berbicara kepadaku, tapi dinamakan doa karena itu adalh pembicaraanmu dengan Tuhan. Benar kata nenek itu, ketika kau berdoa semuanya akan baik- baik saja, bahkan berdoa akan membuatmu lega dan merasa berkawan ketika kau merasa sendirian.”
“Siapa itu Tuhan…? Mengapa kita harus berdoa kepadanya buka kepada yang lain?” tanyanya lagi. “Tuhan itu adalah Orang  yangmenciptakan alam semesta ini, mengatur musim, Dia juga yang membuat pohon- pohon ini, ketika hari mulaai gelap, ia juga sudah menyiapkan waktu yang tepat agar matahari datang lagi bersinar di atas bumi ini, supaya kita tidak terlalu lama dalm gelap” jawabku apa adanya. “Apa Tuhan itu baik?” Atira bertanya. Mengapa dia tidak tahu dengan Tuhan ya..? pikirku dalam hati. “ Tentu saja Tuhan itu baik, kalau Ia tidak baik mana mungkinkau bisa meraasakan dinginnya musim dingin ataupun gugur ini, hangatnya matahari musim panas, atau warna- warni muim semi. Kau masih bisa merasakan senang atau sedih kan?” tanyaku, disertai anggukan Atira idolaku, yang ternyata harus aku ajari tentang siapa Tuhan itu, ya, mungkin, seperti saat Sekolah Minggu dululah.
 Kami ada di stasiun kereta saat ini, menunggu sebentar- tidak terlalu lama, kereta yang menuju daerah kami datang, aku duduk di sebelah Atira. “Rambutmu panjang dan bagus” kataku kepadanya  “Matamu juga, aku suka itu”. “Kau menyukainya Terry?” katanya tidak percaya, “ahhh.. kau orang pertama yang bilang rambut ini bagus, mereka, anak- anak dari keluarga Evans sering mengejekku karena rambutku yang aneh, menurut mereka. Ron, yang nakal. Buck, yang usil. Jeanie yang suka marah- marah. Gladys- Gabriella, sepasang kembar yang selalu bertengkar. Kadang- kadang aku merindukan ayah dan ibuku, apalagi ketika aku memiliki cita- cita, dan mereka seolah meremehkannya, kadang mereka mencercaku karena mimpiku itu, padahal aku rasa itu kan tidak menggangu mereka”. “Ya, aku pernah mengalami hal serupa, seseorang pernah merendahkanku saat aku menyebutkan universitas mana yang akan aku tuju untuk program sarjanaku saat itu, tapi karena aku berdoa, maka Tuhan yang baik, menolongku, sehingga aku mampu duduk di universitas yang aku sebutkan di depan orang itu.” Kataku supaya ia tidak menyerah karena lingkungna yang agak keras dan tidak terlalu terpelajar. “ Terry kapan dan dimana aku bisa berdoa?” tanyanya. “ Kau bisa berdoa kapan saja Atira, saat Kau senang, sedih, kau juga bisa berbagi cerita dengan-Nya, Dia tidak pernah tidur, tidak pernah lelah, saat kau berdoa lipat tanganmu dan berlututlah, bicara pada-Nya, Dia itu Bapa-mu” kataku sambil tersenyum.
“Dia tidak pernah tidur katamu, dan tidak lelah?  tanyanya keheranan, “ Apa dia terlalu sibuk hingga tak ada waktu tidur lagi? Kasihan Dia!!” dia berkata sangat sedih. “ Ya, bisa dibilang Dia sangat sibuk, Dia harus mendengar doaku, doamu, doa wanita itu, jika ia berdoa, tapi walau kau tak berdoa, sebenarnya, Dia selalu memperhatikanmu” kataku. “ Bahkan, saat ini dia sedang memperhatikan kita, menjaga kita agar kita tidak jatuh dan, ya,, agar tidak ada orang yang berbuat jahat kepada kita” tambahku.
Kami tiba di daerah tempat kami tinggal, Bollingbroke, dan aku menunjukkan gereja “Kau bisa berdoa di sana juga, kapanpun kau mau”. “Apa kau mau menemaniku saat ini, Terry?” tanyanya dengan wajah penuh harap. “Baiklah, aku mau, ayo..!
Kudengar doa Atira terasa lucu tapi begitu jujur, aku ingin menangis juga karena kata- kata yang begitu polos ku dengar. Ini doanya..
“Selamat sore, Tuhan. Aku Atira. Aku mungkin baru hari ini mengenal-Mu, tapi sebenarnya aku sering mendengar tentang-Mu, tapi tidak ada yang punya cukup waktu untuk menjelaskan tentang-Mu, untunglah aku bertemu dengan Terry, dia juga baru ku kenal, tapi aku merasa dia sangat baik. Dia bilang aku bisa menjadi sahabat-Mu, apa Kau bersedia? Karena Kau sangat baik, aku percaya Kau mau jadi temanku. Tuhan, aku tahu Kau melihat semua yang sudah aku alami dalam hidupku ini,  saat ini aku tujuh tahun, tapi rasanya hidupku ini terlalu sulit, tidak seperti teman- temanku yang lain. Aku mohon Tuhan, Engkau, kiranya membuat hidupku lebih mudah agar semuanya bisa berjalan baik- baik saja. Buatlah aku lebih kuat jika semuanya tidak bisa menjadi lebih mudah. Tuhan, terima kasih karena Kau sudah mengirimkan teman buatku, tentu saja, Terry, meskipun dia lebih tua dariku, tapi, terima kasih, Tuhan. Satu hal lagi Tuhan, jangan terlalu lelah, Kau harus jaga kesehatan-Mu, karena Kau akan sangat sibuk, karena yang berdoa pada-Mu hari ini bertambah, yaitu, aku, Atira. Terima kasih Tuhan, selamat sore”.
Aku tersenyum, melihat wajahnya yang sangat letih namun berbinar. Dia nampak lebih kuat dari sebelumnya. Kami pulang ke rumah kami masing- masing, dia bilang dia tidak bisa main ke rumahku hari ini, karena hari suudah sore, dan tentu saja banyak tugas yang menantinya.
Saat waktunya aku naik ke tempat tidur, aku memikirkan kata- kata dalam doa pertama Atira, ya, dia minta jalannya dimudahkan, tapi ia tidak terlalu memaksakan agar itu terjadi tapi sii gadis rambut jingga itu bilang agar ia dikuatkan untuk menjalani hidupnya yang sangat berat. Hari ini aku belajar bahwa, jalan yang mungkin kita hadapi mungkin bukanlah jalan yang rata dan selalu aman tapi percayalah bahwa ada Tangan yang Kuat yang menuntun hidup ini agar kita kuat menjalaninya.

Kamis, 03 Maret 2011

Tombak dan Kaos Dalam Bintang


Ini kisahku dengan empat orang sahabatku. Dolfi, Wawan, Natce, Nisun, dan aku sendiri. Suatu hari ketika kami menunggu mata kuliah selanjutnya, seperti biasa aku dan mereka menunggu di lantai atas, kami membujuk petugas lab untuk meminjamkan salah satu alat musik kepada kami. Kami sudah sering melakukan hal ini, kami bernyanyi di ruang itu dan kami merasa kami merasa seolah- olah kami adalah anggota Glee Club. Namun, dau hari belakangan ini, setiap kami ingin ke lab, ada-ada saja halangannya. Si Dolfi yang ngambek karena aku mendahulukan belajar dari pada ndengerin dia yang kadang ga jelas dan dan isi hatinya sulit ditebak, untuk membujuknya agar mau lagi, terpaksa kami harus memuji- mujinya setinggi lagit.
" Ayo dong Dolfi, ini demi ppersahabatan kita..." kataku membujuknya.
" Ah.. ga mau, kamu aja lebih memilih si penggesah itu dari pada aku yang kau bilang sahabatmu..." kata si Dolfi
" Ih.... ngapa sih si Dolfi, tingkahnya kayak banci murahan aja kalo kayak gitu! AYOO CEPATTTTT!!!!! Natce memaksanya
" Di mana arti persahabatan yang selama ini kita junjung tinggi itu??? Di mana....?" kata Nisun dengan hidung lebarnya, yang seolah dapat menghisap semesta ini.
" Ayo Dolfi, di sini kan kau tokoh uttamanya, kau yang paling penting, ayo, ayolahhhh! rayuku
Dengan gerakan yang sulit ditebak kemana juntrungannya, dia akhirnya menaikki tangga dan bergabung dengan kami.
Saat kami tiba di lab, ternyata... KOSONG, ketok sana ketok sini, ternyata si kakak JT tak ada. Kini, kami berada dalam keputusasaan. Padahal kami memulai langkah kami dengan kepasttian dan harapan yang membuat kami saling membela dan mengasihi.
"Ya sudahlah, ayo kita duduk di sudut kota ini dan bercerita tentang perubahan demi perubahan yang terjadi di tempat ini. Setelah panjang lebar kami bercerita si hidung serem alias si Nisun, bilang bahwa ayahnya akan pergi ke sebuah dusun yang masih sangat primitif.
Kami tidak  membiarkan ayahnya pergi sendirian, kami tak kan rela ketika Rano Karno kami, diganggu oleh suku itu,  maka dari itu kami mengikutinya secara diam- diam.

Lima jam dari  tempat kami belajar kami sampailah ke tempat itu, kami bagaikkan syuting Primitive Runaway, ya Tuhan, pikirku, masih ada tempat seperti ini, di negeri sejaya ini.
Dalam perjalanan kami, kami menemui banyak orang aneh, tidak dapat dielakkan, ini sangat menggelikan, kami bertemu wanita dengan jambang aneh, kami bertemu juga dengan wanita berbetis bongkol, betisnya itu seksi sekaliiii, aduhaiiii seperti ubi kayu, kami juga melihat sesosok wanita anggun , mungkin dia itu putri dari kerajaan yang akan kami datangi nanti, dengan tahi lalatnya yang begitu mempesona, sungguh seorang wanita yang memiliki karakter kuat, dengan bengkak di tangan kanannya. Ini akan jadi perjalanan yang luar biasa. Di dalam bis yang kami tumpangi kami bertemu dengan seorang pemuda yang wajahnya persis dengan salah seorang pemain bulutangkis Korea, dia duduk di dekat kami, tepat di sebelah, wanita tahi lalat nan elegant, dia mengenakan head-set nya, tidak lama dari berjalannya bis kami, dia tertidur sangat pulas… pulas sekali.
 Elastisitas kepalanya sangat luar biasa, kepalanya bisa bergerak ke segala penjuru arah, tenggeng ke kanan, ke kiri, lalu ia mulai bermimpi (mungkin), ia mulai menempelkan bibirnya ke kursi, ia mulai menciumi kursi itu, kami tertawa terpingkal melihatnya, tapi ia tetap tidak menyadarinya ia tertidur sangat pulas.
“Le, kenapa sih dia itu??” tanya Natce.
“Tidur” jawabku
“Nyenyak banget yak.?.” tambahnya lagi
“Mungkin dia sibuk, dia terlalu lelah, dia harus mengerjakan tugas kuliahnya atau dia capek membuatkan susu untuk anaknya (?)” kataku sambil berkhayal.
Natce tertawa dan ternyata si gadis berbetis bongkol menahan tawa nya, ia seakan- akan bergabung dengan kami dalam hal rasa dan hasrat.
Tak lama setelah itu, barulah aku sadari bahwa si pemain bulutangkis Korea itu adalah SILUMAN LIUR. Saat kepalanya mulai tenggeng ke sebelah kanan, aku merasakan ada aura yang sangat berbeda, ternyata setelah ku amati, jari- jarinya mulai basah dan, ya Tuhan, ternyata ya, dia adalah Siluman Liur, liurnya mulai membasahi beberapa bagian tubuhnya. Kami ketakutan sambil menahan tawa yang jika tak ditahan akan meledak membuat bis kami terbalik, kami saling berpelukan, kaki kami saling timpa, saat si wanita betis bongkol itu menimpa kaki kami, ya ampun sangat berat rasanya. Gadis bertahi lalat itu ketakutan, tahi lalatnya mulai membesar mengecil karena ikut tegang. Sebenarnya Siluman Liur, bukanlah sosok makhluk yang jahat, tapi jika liurrnya sampai terkena orang lain, maka orang itu akan menjadi monster, monster yang mengerikan. Liur siluman itu, lebih jahat dari pada gigi Drakula.
Beruntungnya semua penumpang selamat, tidak ada satu pun penumpang yang terkena liur berbahaya itu.
Akhirnya kami sampai dengan selamat, dan kami masuk ke dalam sebuah hutan, tapi sayangnya kami tak melihat ayah Nisun, ya ampun, cobaan apalagi ini, kami berjalan terus berjalan.
Tiba- tiba….
"Kita kehilangan jejak" teriak si Dolfi
"Haa, kehilangan jejak...??? Tidak mungkin, ya ampunnnn, bagaimana  ini....? Aku takut!!!" kata si Wawan ketakutan..
"Halahhhhh, kamu pikir aku akan peduli, kamu hanya ingin dibilang lemah dan tak berdaya kan.....? Minta dikasihani....??? Jangan harap!!" kata si Natce dengan emosi yang membuncah-buncah.
"Lihat gadis itu, gadis itu membawa tombak...lariiiiiiiii!!! kataku memberi perintah pada yang lain
" Haaaa...lihat dia sangat lucu... lucuuuuuuu" kata si Dolfi
"Bodoh... lari !!! Dasar kau Batress!!!! Dia akan membunuhmu" kata Nisun.
Kami lari sekencangg-kencanggnya, sambil tawa kami yang begitu eksotis membuncah- buncah, gadis bermahkota daun nangka, dengan kaos dalam bintang-bintang yang sudah kekecilan, megejar kami dengan tombaknya yang begitu mengerikan. Kami lari secepat dan sekuat yang kami bisa. Tapi kami terjebak, mereka sudah mengepung kami, kami bagaikan domba kecil, kelu, kami dibawa ke tempat pembantaian, kami pasrah, kami lelah, tak disangka secepat ini kami lenyap dari dunia ini.
" Hoo... kaba iso mlebu here" kata orang yang nampaknya adalah ketua suku.
"Kami hanya jalan- jalan saja tak ada maksuud apa- apa" jawab Natce.
Aku berpikir mengapa dia bisa mengerti...????. Setelah pembicaraan yang cukup panjang antara Natce dan si Ketua Suku, akhirnya tali yang mengikat kami dilepaskan. Aku dan yang lain masih afak bingung mengapa Natce bisa mengerti perkataan orang itu. Natce menceritakannya kepada kami bahwa sebenarnya, dia adalah orang asli sini, ia adalah seorang putri dari kerajaan aneh ini, ibunya memberikannya kepada seorang dokter ketika Natce berusia 13 tahun, ibunya menyerahkaan kepada dokter itu karrena Natce adalah anak yang banyak permintaannya, ibunya merasa tidak sanggup dan akhirnya ia tinggal dan dipelihara dengan keluarga dokter itu.
Kami tetap ada di tengah, mereka mengitari kami berlima, si gadis berkaos dalam bintang itu menyerahkan mahkotanya dan tombaknya kepada Wawan karena keunikan jempolnya yang ajaib dan ia menngiginkan Wawan untuk jadi pendamping hidupnya saat ia sudah besar nanti.