-Bagiku,
bahagia itu sederhana. Tak disangka, cinta bagikupun, begitu sederhana-
Pagi
itu cuaca sangat panas, bayangkan masih pagi aja udah panas, tapi hari itu
sangat cerah, cerah- secerahnya. Namun, hari itu berjalan seperti biasa tanpa
ada yang spesial, tidak ada yang luar biasa, kecuali dua orang baru di tempatku
bekerja, mereka pun bukan orang kantorku, hanya melakukan kunjungan saja, aku
tidak mengerti. Mereka berseragam, tampak begitu tegap. Salah satu mereka yang
menggunakan seragam warna hijau, terlihat sangat tampan dari belakang. Aku
agaknya penasaran, tapi setelah menoleh ke arahku, baiklah itu hanya pria
dengan wajah yang biasa- biasa saja.
Beberapa
hari berlalu, saat aku bertugas di depan sekali, mendampingi bosku yang
memimpin rapat, dua pria itu ada. Salah satu dari mereka, yang memakai baju
kemeja hitam, dengan rambut disisir sangat rapi, menatap ke arahku lalu
tersenyum kepadaku. Aku tidak membalas senyuman itu, aku sedikit bingung, dia
senyum atau menertawaiku. Namun, ternyata itu senyum. Entah senyum dalam rangka
apa, akupun tidak tahu.
Setelah
hari itu, aku sering teringat dengan senyum pria asing itu. Saat itu, entah
hari apa, aku berjalan kaki ingin membeli sesuatu, dengan baju kuning yang luntur,
celana pendek putih, dan sandal pink, shocking pink, coba bayangkan betapa
noraknya aku. Aku bertemu dengan dia yang sedang di atas motor, membeli sop
buah, ia menatapku, lalu tersenyum lagi, mungkin hampir tertawa karena noraknya
aku hari itu. Beberapa hari setelahnya, aku keluar membeli es cendol, aku tidak
tahu bahwa orang yang ada di depanku itu dia, ternyata aku lewat di depan kos-
kosannya, saat itu sekitar pukul lima, ia terdiam menatapku, begitu pula dengan
aku, aku melihatnya dengan t-shirt hijau, celana pendek, dan diikuti dengan
bulu kaki yang spektakuler. Dia tersenyum, aku membalas senyuman itu dengan
senyuman yang agak kaget. Aku cukup kaget dengan bulu kaki yang luar biasa itu,
ya tapi wajarlah karena dia seorang laki- laki, tapi teman- teman laki- lakiku
belum ada yang memiliki bulu kaki seperti itu.
Beberapa
waktu berselang aku cukup lama tidak bertemu denggannya, mungkin karena
pekerjaanku yang banyak dan tugas kuliahku yang menumpuk. Aku tidak merasakan
apapun aku tidak merasakan apapun dengan tidak bertemunya aku dengan dia.
Everything’s okay so far. Hingga tiba saatnya, aku pun melihat, okay, hari itu
dia datang ke tempat aku bekerja dengan kemeja kotak- kotak, aku dengan kemeja
hitam garis- garis putih. Dia duduk di belakangku saat itu, lalu saat semua
selesai kami hanya saling menatap. Matanya bagus sekali, lalu aku melihat dia
saat dia berjalan pulang, aku melihat bahunya, lalu punggungnya. Hatiku
bergetar saat itu. Ada sesuatu yang hangat menyelusup ke dalam hatiku, karena
sudah lumayan lama aku tidak merasakan perasaan itu, sejak Gaston kembali ke
Argentina, bukan, sejak satu atau dua tahun yang lalu. Setiap aku teringat
dengan bahu- punggung itu, aku deg- degan, aku jatuh cinta dengannya, dengan
bahu itu, dengan punggung itu. Aku jatuh cinta dengan si pemilik bahu, dengan
si pemilik senyum dan mata indah itu. Aku jatuh cinta dengan dia.