Total Tayangan Halaman

Selasa, 18 September 2012

Antara Aku, Bahu, dan Si Pemilik Bahu


-Bagiku, bahagia itu sederhana. Tak disangka, cinta bagikupun, begitu sederhana-
Pagi itu cuaca sangat panas, bayangkan masih pagi aja udah panas, tapi hari itu sangat cerah, cerah- secerahnya. Namun, hari itu berjalan seperti biasa tanpa ada yang spesial, tidak ada yang luar biasa, kecuali dua orang baru di tempatku bekerja, mereka pun bukan orang kantorku, hanya melakukan kunjungan saja, aku tidak mengerti. Mereka berseragam, tampak begitu tegap. Salah satu mereka yang menggunakan seragam warna hijau, terlihat sangat tampan dari belakang. Aku agaknya penasaran, tapi setelah menoleh ke arahku, baiklah itu hanya pria dengan wajah yang biasa- biasa saja.
Beberapa hari berlalu, saat aku bertugas di depan sekali, mendampingi bosku yang memimpin rapat, dua pria itu ada. Salah satu dari mereka, yang memakai baju kemeja hitam, dengan rambut disisir sangat rapi, menatap ke arahku lalu tersenyum kepadaku. Aku tidak membalas senyuman itu, aku sedikit bingung, dia senyum atau menertawaiku. Namun, ternyata itu senyum. Entah senyum dalam rangka apa, akupun tidak tahu.
Setelah hari itu, aku sering teringat dengan senyum pria asing itu. Saat itu, entah hari apa, aku berjalan kaki ingin membeli sesuatu, dengan baju kuning yang luntur, celana pendek putih, dan sandal pink, shocking pink, coba bayangkan betapa noraknya aku. Aku bertemu dengan dia yang sedang di atas motor, membeli sop buah, ia menatapku, lalu tersenyum lagi, mungkin hampir tertawa karena noraknya aku hari itu. Beberapa hari setelahnya, aku keluar membeli es cendol, aku tidak tahu bahwa orang yang ada di depanku itu dia, ternyata aku lewat di depan kos- kosannya, saat itu sekitar pukul lima, ia terdiam menatapku, begitu pula dengan aku, aku melihatnya dengan t-shirt hijau, celana pendek, dan diikuti dengan bulu kaki yang spektakuler. Dia tersenyum, aku membalas senyuman itu dengan senyuman yang agak kaget. Aku cukup kaget dengan bulu kaki yang luar biasa itu, ya tapi wajarlah karena dia seorang laki- laki, tapi teman- teman laki- lakiku belum ada yang memiliki bulu kaki seperti itu.
Beberapa waktu berselang aku cukup lama tidak bertemu denggannya, mungkin karena pekerjaanku yang banyak dan tugas kuliahku yang menumpuk. Aku tidak merasakan apapun aku tidak merasakan apapun dengan tidak bertemunya aku dengan dia. Everything’s okay so far. Hingga tiba saatnya, aku pun melihat, okay, hari itu dia datang ke tempat aku bekerja dengan kemeja kotak- kotak, aku dengan kemeja hitam garis- garis putih. Dia duduk di belakangku saat itu, lalu saat semua selesai kami hanya saling menatap. Matanya bagus sekali, lalu aku melihat dia saat dia berjalan pulang, aku melihat bahunya, lalu punggungnya. Hatiku bergetar saat itu. Ada sesuatu yang hangat menyelusup ke dalam hatiku, karena sudah lumayan lama aku tidak merasakan perasaan itu, sejak Gaston kembali ke Argentina, bukan, sejak satu atau dua tahun yang lalu. Setiap aku teringat dengan bahu- punggung itu, aku deg- degan, aku jatuh cinta dengannya, dengan bahu itu, dengan punggung itu. Aku jatuh cinta dengan si pemilik bahu, dengan si pemilik senyum dan mata indah itu. Aku jatuh cinta dengan dia.