Total Tayangan Halaman

Rabu, 24 Agustus 2011

PRESMA Vs PIHAK REKTORAT


Siapa yang Menabur, Dialah yang Menuai
Hukum tabur tuai, percaya atau tidak,  memang masih berlaku hingga saat ini. Faktanya ini terjadi di setiap aspek kehidupan kita. Ini menjadi sangat nyata ketika saya diperlihatkan bagaimana gerakan hukum ini terjadi begitu cepat, dalam hitungan menit.
Cerita ini terjadi pada tanggal 23 Agustus 2011, dalam acara peresmian penerimaan mahasiswa baru di salah satu universitas negeri termahsyur di Sumatera Selatan. Saat itu saya duduk di bangku khusus paduan suara mahasiswa, karena kebetulan saya sedang bertugas. Acara, pada awalnya, merupakan acara yang dilaksanakan dengan khidmat, menyanyikan lagu Indonesia Raya, mars dan hymne universitas. Para mahasiswa baru pun mengikutinya dengan khusyuk, walau terlihat sedikit bosan, tapi mereka memberikan respek yang positif terhadap acaranya terlebih ketika mendengar kami bernyanyi dengan merdunya. Namun, ada pemandangan yang agaknya menguusik diriku untuk berbicara, aku sedikit terganggu dengan sekumpulan pemuda berbaju batik sama dan mengenakan stelan celana berbahan dasar yang dari tadi bolak- balik di depan bangku kami, padahal kami di depan. Pada satu waktu mereka agaknya galau dan salah satu dari mereka, yang disinyalir adalah Presma universitas tersebut terlihat sangat risau dan berbicara agak ngotot dengan temannya.
Tepuk tangan dari mahasiswa baru yang diperuntukan rektor sukses nan cantik itu terdengar sangat meriah. Rektor membacakan apa yang harus beliau bacakan dan menambahkan sedikit pesan kepada mahasiswa baru. Belum selesai beliau berbicara tiba- tiba
“Interupsi, interupsi, kita sebagai manusia yang punya hati nurani, marilah kita melihat bahwa teman- teman kita di luar sana tidak mendapat bangku, sementara kita……” Presma nan galau berbicara memotong rector yang sedang berpidato
“Maaf, maaf, mohon kita selesaikan dulu acara ini” kata Bu Rektor melanjutkan kata- katanya untuk maba, tapi buru- buru bilang “Assalamualaikum wr. wb.”
Presma tadi semakin galau dan tersulut emosi, dia semakin meradang, lalu PR I, II, III, turun dari kursi terhormat mereka dan mengamankan si mahasiswa galau ini. Kak Presma, yang bernama Dedi, mahasiswa Teknik Elektro 2007 ini memberontak dan tampaknya ingin kembali berbicara di depan khalayak ramai, ia mencoba melepaskan dirinya dari genggaman Om Anis Segaf (PR III) dkk. Salah satu om yang membantu mengamankan Dedi ini, mungkin tak dapat meredam emosi, dia memegang pundak Kak Dedi dan berkata “Awas kau yeh, saro kau kagek…”. Lalu Om Anis Segaf berusaha melerai Om yang emosian tadi sama si Dedi. Lalu Dedi pun  berlalu, seertinya dia keluar dan memikirkan cara bagaimana agar bisa menguasai panggung. Lalu Om Anis dan teman- temannya kemabali ke kursi terhormat di dalam perjalanannya aku mendengar beliau berbicara pada teman- temannya “Memang dalam satu tahun terakhir ini, si Dedi itu jadi biang keributan di kampus kita ini”. Lalu aku cari informasi, siapa sebenarnya Pak Anis itu kok bisa ngerti banget tentang si Dedi Kerok ini, lalu salah satu mahasiswa yang adalah seniorku yang bernama Andrew menjawab rasa penasaranku ini “Dio tuh dosen Teknik Sipil, dek”
Tidak lama dari jawaban Kak Andrew,  giliran Om Anis lah yang berbicara di depan maba, beliau memperkenalkan universitas dan sejarah universitas kepada maba. Kembali, Dedi, dkk memberontak membawa TOA, di tempat itu aku juga melihat Safriadi (pasti pemuda ini tidak asing buat kalian mahasiswa Pend. Kimia 2007) dia yang pegang TOA, kemana- mana. Lalu mereka mulai memprovokasi maba yang tidak mendapatkan bangku di dalam auditorium, mereka melakukan aksi. Sementara Pak Anis masih berbicara tentang pengenalan kampus, Dedi cs naik ke atas, mengambil mic dan berorasi, tapi mereka tidak mendapat respon positif dari 2.500 mahasiswa baru lainnya, maba masih fokus terhadap Pak Anis, aku dan teman- teman di paduan suara memberikan dukungan penuh kepada Pak Anis. Kami bertepuk tangan dan memberi sorakan dukungan terhadap Pak Anis, kenapa, karena menurut kami tindakan BEM adalah tindakan konyol, lalu Pak Anis berkata “Seperti yang saya katakan tadi, meskipun banyak mahasiswa yang sudah tidak beres lagi, tapi masih ada yang berhati mulia” sambil menunjuk ke arah kami. Lalu, Pak Anis mengingatkan kembali bahwa acara ini adalah acara rektorat, dan tanpa rektorat tidak akan ada penerimaan mahasiswa baru, dan Pak Anis pun kembali bertugas. Alhasil, BEM menjadi- jadi, mereka semakin buas, dan memprovokasi maba untuk duduk di bangku terhormat rector dan para professor yang sudah menimba ilmu sekian lama, BEM seolah- olah menginjak- injak harga diri dewan rektorat. Namun, ada juga beberapa mahasiswa yang tidak mengikuti apa yang seniornya itu sarankan tetapi ada juga yang memaksakan kehendak mereka kepada maba yang belum tahu apa- apa.
Lalu, BEM menguasai acara, mereka mengucapkan salam dan mengumandangkan “HIDUP MAHASISWA” tapi semangat mereka yang terbakar itu tidak disambut baik dengan ribuan maba di auditorium, mereka menjawab dengan letoy lalu si pembawa acaranya berkata “Wah, kayaknya kurang semangat apa karena puasa ya? Sekali lagii, HIDUP MAHASISWA INDONESIA…!!!”
Seketika itu juga maba dari beberapa fakultas keluar dari auditorium dan kembali ke fakultas mereka masing- masing. Dan Dedi pergi entah kemana ketika salah satu dari mereka yang bernama Arishanda yang adalah mahasiswa Teknik Elektro 2007 berbicara, dia berkata seolah-olah pihak rektorat yang salah karena tidak menyiapkan kursi buat maba, padahal mereka lah yang adalah panitianya tapi ketika kekurangan kursi mereka marah- marah dengan pihak rektorat, bukankah mereka konyol..? APALAGI, SI PRESMA, TAMPAKNYA DIA AKAN DAPAT VONIS DO, ITULAH GOSIP YANG BEREDAR SETELAH INSIDEN ITU TERJADI.

Senin, 22 Agustus 2011

Cerita Tentang Mereka


A
ku terlahir di sebuah keluarga yang sederhana. Sangat sederhana, sehingga aku harus sesederhana mungkin dalam berlaku, berpakaian, bergaya, hanya saja aku tidak bisa berpikir secara sederhana, pikiranku begitu kompleks sampai- sampai aku bingung sendiri tentang apa yang aku pikirkan. Keluargaku adalah sumber inspirasi buatku. Ayah, Ibu dan kedua adik yang aku kasihi dan hormati. Dari mereka aku belajar bagaimana mengahargai hidup. Aku bersyukur kok, dengan keadaan keluargaku yang seringkali dilanda krisis, terutama ekonomi. Tapi, kami tidak pernah kelaparan, kalaupun harus berhutang, orang lain masih percaya, bahwa keluarga kami sanggup melunasinya. Adakalanya ketika emosi kian membuncah- buncah, hal ini dapat dipastikan karena keuangan yang kian menipis dan secara mutlak Ibu-lah orang yang akan mengoceh seharian ditjukan ke Ayah lalu semuanya dapat bagian. Namun, Ayahku tidak pernah membalas semprotan ganas dari Ibu, beliau hanya mendengarkan, mendengarkan dan mendengarkan, hingga kadang- kadang aku juga tidak sabaran melihat kelakuan Ayahku, menurutku itu sangat tidak bijak, tapi kata Ibu (jika sudah dingin) salah satu dari pasangan memang harus seperti itu. Mereka memang guru yang baik buat hidupku.
Secara pribadi, aku tidak terlalu dekat dengan Ayah. Namun aku sering belajar dari beliau. Beliau tidak pernah mengajari sesuatu dengan teori- teorinya. Aku hanya melihat apa yang ia lakukan. Jika ku pikir- pikir setelah pengamatan selama kurang lebih 15 belas tahun terakhir, Ayahku punya jasa dan andil besar dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia khususnya di daerah Sumatera Selatan. Ayah bukanlah pribadi yang senang memuji. Seingatku, beliau tidak pernah memujiku, beliau lebih sering mengkritikku, tapi yang jelas aku tahu dia bangga kepadaku.
Ayah, di rumah, adalah orang yang paling jarang tertawa lepas,namun dialah orang yang sering membuat suasana rumah menjadi ramai dan bersatu. Dia sering mengarang cerita- cerita lucu menggunakan bahasa daerah yang pernah dia kunjungi. Membuat cerita yang horror tapi berujung lawakan lucu. Sayangnya, Ayah merupakan pribadi yang agak sedikit tertutup, dia jarang cerita tentang apa yang jadi masalahnya, apa yang mengganggu pikirannya. Jika beliau punya masalah, beliau akan duduk di ruang tamu, menyendiri selalu di kursi yang sama, memejamkan matanya dan melipat tangannya, berpikir atau mungkin berdoa, aku tidak tahu juga. Dari setiap tindakan Ayah, aku belajar untuk mengandalkan Tuhan sepenuhnya, bersyukur dalam setiap hal yang aku temui dan bersabar di tiap kesusahan yang ada.
Lain dengan Ayah, aku dengan Ibuku. Dia seperti sahabat, tidak ada rahasia antara aku dan Ibuku. Aku selalu menceritakan semuanya kepada Ibu, termasuk laki- laki yang dekat denganku atau yang mendekatiku, aku juga menceritakan semua temanku yang kadang punya kelakuan yang aneh, lucu, dan kebaikan mereka bahkan jika aku sedang kesal dengan mereka. Ibu adalah sosok yang mendukungku sepenuhnya, bisa dibilang dia pembelaku nomor satu di muka bumi ini. Namun Ibu jugalah yang paling sering memarahiku dan bercuriga ria tentangku. Ibu selalu punya ide- ide cemerlang dalam berbisni, sangat berbeda dengan Ayah yang sangat sosial. Jika saja Ayah punya ide sebagus ide Ibu dan memiliki jiwa bisnis seperti ibu, aku rasa kami sudah lama jadi orang kaya. Ibu adalah orang yang pantang menyerah, selama dia benar dia tidak akan ragu untuk mempertahankan apa yang benar, wanita ini adalah wanita perkasa pembela kebenaran. Ibu tidak sungkan membela orang yang tidak dikenalnya jika orang itu diketahuinya benar dan tidak bersalah. Orang kaya-pun jika dia bertindak salah di depan Ibu dia tidak segan- segan menegurnya secara baik- baik tapi jika orang tersebut agak nyolot, ya sudah apa mau dikata Ibu mengeluarkan urat untuk mempertahankan kebenaran, dan alhasil orang tersebutlah yang kena getahnya.
Jika benar kata orang bahwa tiap- tiap orang punya malaikat penjaga di bumi ini, ya pasti Ibuku itu malaikat penjagaku. Malaikat yang begitu cantik. Dia yang mengajarkan aku bahasa- bahasa santun. Dia pula yang mengajarkan aku berjalan. Dia yang menggandeng tanganku ini, supaya aku tidak terjatuh. Aku ingin jadi wanita seprti Ibu, wanita penuh inisiatif dan inspirasi. Wanita realistis yang sudah memperkenalkan dunia kepadaku, yang mengajarkan aku untuk jadi bijaksana dan membela kaum lemah, itulah yang Ibu berikan padaku ketika usiaku menginjak 17 tahun.
Dan kedua adikku..? Mereka bagaikan kado- kado Natal yang diberikan bukan pada hari Natal, dari mereka aku belajar saling melindungi. Mereka adalah teman- temanku, teman berbagi, berkelahi dan juga bercerita. Aku belajar bagaimana seorang kakak seharusnya, bagaimana seorang kakak menjadi teman bagi adik- adiknya. Berbagi pengetahuan dengan adiknya jarang aku temui di masa sekarang, tapi Ayah Ibuku berhasil menanamkan hal tersebut ke dalam hatiku.
Dari keluargaku ini aku belajar tentang cinta dan kasih. Aku bukanlah aku yang sekarang merekaa tanpa mereka. Aku bukan menjadi aku yang kuat, aku yang tegar, ataupun aku yang puitis tanpa mereka. Aku juga mungkin tidak akan menjadi seorang yang pantang menyerah, mungkin aku juga adalah orang yang tinggi hati tanpa mereka. Aku bersyukur kepada Tuhan atas pemberian-Nya dalam hidupku ini. Satu hadiah yang luar biasa, lebih berharga dari pada tumpukan berlian. Aku mengasihi mereka J

Jumat, 05 Agustus 2011

My Baby, My Boo, My Honey


Siang terik itu, di kala semua orang menahan lapar dan haus dalam rangka ibadah di bulan Ramadhan, aku dan kedua sahabatku, Natalie dan Harry, kelaparan dan sangat mengidamkan, sebongkah daging bulat dengan kuah yang sedap dan es kelapa muda yang begitu segar. Kami kelaparan tapi tak ada yang tahu ataupun mau tahu. Kami makan roti dan biskuit yang Natalie bawa untuk mencegah datangnya lapar terlalu cepat. Ternyata teman- teman yang puasa melihat dan menyesali perbuatan kami. Lalu dia berkata “Kalian tega ya..?.” Lalu dengan ekspresi datar dan tanpa perasaan bersalah aku berkata “Kenapa,  Gust, kamu mau…?” sontak sekelas tertawa dan mencemoohku. “Gila ya…” begitulah kira- kira yang mereka katakan.
Satu mata kuliah dengan dua pertemuan, unutk mengejar ketinggalan dari mahasiswa jurusan lain, kami hanya diberikan waktu seperempat jam untuk beristirahat. Mendengar lawakan renyah dari teman- teman yang lain yang sepertinya tidak pernah habis suara ataupun kehausan, mereka tetap menyajikan lelucon- lelucon yang sakti lucunya. Pukul dua belas siang, kami pun keluar kelas dan memantapkan hati kami menikmati makanan yang disebut dengan bakso, kami bergegas ke arah kedai yang menyediakan makanan tersebut,dalam perjalanan aku bercerita kepada dua teman durjanaku yang hidupnya dalam kenistaan tentang kisah cinta yang kini tenggah aku hadapi, kisah yang manis tapi membingungkan, Natalie sudah tahu tentang pria yang aku maksud.
Lalu dengan penasaran yang begitu besar, Harry bertanya “Siapa sih, kok lo ga cerita ke gue…?”.
“Enggak ah, aku ga mau cerita, ntar lo ngancurin hubungan gue sama dia, entar lo jadi orang ketiga diantara kita…” kataku ketus .
“Ih, ogah…”kata Harry. “Lo pikir gue mau ngerebut lo dari dia..? Ga lah, Res!! Ngawur aja lo” sambil mengejek.
“Bukan, bukan, bukan guenya” kataku. “Entar lo naksir sama Mas itu, yang lagi deketin gue. Ga rela deh” kataku membalas ejekannya.
“Hahahahahaha….” tawa Natalie meledak- ledak. “Bener banget. Ada baiknya lo rahasiain ini dari si Harry. Bener kata lo, entar dia bisa ngerebut Mas itu dari lo…”
“Halah.. dasar lo JOMBLO!!” katanya kepada Natalie. “Kalian tuh cari cowo, inget umur kalian udah 20 tahun” katanya mengejek aku dan Natalie.
“Eits, liat ya, gue udah punya pacar kok. Nih dia kirim BBM ke gue, dia anak FKUI” kata Natalie.
“Bohong” kataku. Emang lo udah ketemu sama dia..?”
Natalie tersenyum gundah. “Liat aja ya, dalam jangka waktu satu bulan gue pasti punya” katanya seolah mengajak kami bertaruh.
“Berarti yang tadi itu memang hanya bualan lo aja..?” tanyaku polos.
“Enggak dong, gue ga bohong” katanya. “Nama tuh cowo Bryan, panggilan sayang aku ke dia Baby Bryan. Baby Bryan itu orangnya cakep banget, nama lengkapnya Arnold Bryan, dia  sayang bangeet loh sama aku”
“Lo udah ketemu sama dia..?” tanyaku penasaran.
Natalie tersenyum malu, saat aku bertanya tentang hal itu. Lalu Harry tertawa meledak- ledak.
“Jadi maksud lo, lo udah punya pacar gitu..? Itu ga mungkin Res, kalo salah satu dari kita punya pacar, pasti ada sesuatu yang terjadi, biasanya peristiwa alam, geledek kek, kilat nyamber- nyamber kek. Ini kagak ada, berarti dia bohong.”
“Iya pasti lo bohong, ga mungkin alam tenang- tenang aja. Terus ga mungkin anak UI seputus asa itu cari pacar lewat BBM, kalo ada tuh orang pasti ngibulin lo, Nat…” kataku.
“ENGGAK!! Nih, Baby Bryan nyuruh gue makan, makan bakso” kata Natalie penuh kepasrahan.
Halah, itu Cuma karangan lo aja, lo kan memang pengen makan bakso”
Saat tiba di tempat bakso itu ternyata, kedai itu TUTUP, kami berusaha unutk memenuhi keinginan daging kami. Kami mencari angkot untuk keluar kampus dan saat di dalam angkot Natalie, masih menceritakan tentang Baby Bryan-nya, aku dan Harry hanya mengejeknya “Gila”.
“Ehm, kalo aku pacaran sama anak D3 UGM boleh ga…? Tanyaku
“Boleh, boleh” kata Harry
“D3 Akutansi UGM, boleh..?” tanyaku lagi
“Boleh dong” kata Natalie
Misalnya dia nerusin S1 di ekstenssi UI boleh juga…?” tanyaku
“Boleh, Teresa, bolehhhhhhhh” jawab si Harry agak kesal
“Tapi namanya siapa ya…?” tiba- tiba aku mengajak mereka berpikir.
“Siapa ya…? Kata si Natalie. “Haaaaaaaaaa, jadi belum ada…?”
“Belum” aku berkata sambil menggelengkan kepala.
“OIIIIII, gue pikir lo udah ketemu sama orang itu, kayak udah bener- bener mau pacaran aja, ternyata lo berdua sama aja, GILA, kasian gue sama kalian” kata Harry sambil tertawa terpingkal.
“Ahahahahahahahahha, lo ga jau gila dari gue, Res.....” kata Natalie tertawa puas.
“Tapi siapa ya nama panggilan sayang gue ke dia…?” tanyaku polos.
Kami berpikir sekian lama, gonta- ganti nama akhirnya aku mendapat nama yang pas Davis Boo, dalam khayalanku, Davis Praditya adalah pemuda keturun Jawa yang santun dan pintar. Setamat kuliah D3-nya dia diterima bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta dan meneruskan S1-nya di UI.
Lalu aku  dan Natalie memikirkan bagaimana nasib teman laki- lakiku inI, Harry. Akhirnya kami pikirkan nama wanita untuknya Anabelle Honey, kami gambarkan seorang gadis Batak yang ada di lingkungan kampus kami dengan jurusan yang berbeda dengan kami dia sekarang berada di FH Unsri, Anabelle Panjaitan.